Kaka Wock

Kaka Wock
SARTINA (SAHABAT ARTIKEL INDONESIA) - Ruang Blog Untuk Menginspirasikan Wawasan Dan Berbagi Pengetahuan. Salam Kaka Wock !!!

Jumat, 13 Desember 2013

KESAKSIAN IMAN Kenangan 2011

TANGAN TUHAN YANG MENYELAMATKAN SAYA
By
Fredy Hendro Soebiakto
(Kaka Wock)

Nama saya Fredy Hendro Soebiakto. Biasanya teman-teman  memanggilku dengan sebutan Kaka Wock. Saya baru dipanggil oleh Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC untuk bekerja di Keuskupan beberapa hari setelah saya mengalami kesulitan dana untuk mengobati penyakit yang sudah saya derita sejak lama. Ini merupakan sebuah pengalaman yang tidak saya duga. Bekerja sebagai salah satu anggota di komisi social Keuskupan merubah semua proses kehidupan saya. pengalaman inilah yang akan saya sharingkan kepada kita, agar menjadi satu bahan refleksi. Memang perlu diakui bahwa pengalaman kita akan Tuhan berbeda sesuai dengan kondisi yang kita alami, namun baiklah jika pengalaman ini disharkan agar kita semakin jeli melihat pengalaman-pengalaman hidup kita masing-masing tentang Tuhan.
            Awalnya saya menderita sebuah penyakit yang tidak saya ketahui sebagai penyakit apa. Namun, setelah melalui hasil pemeriksaan di rumah sakit, barulah ketahuan bahwa saya mendapat penyakit tumor rahang. Tumor ini saya derita selama 7 tahun yaitu, sejak tahun 2004 hingga 2011. Pertama kali penyakit ini muncul, saya tidak menyadarinya sebagai sebuah bibit tumor yang bisa mengorbankan jiwaku sendiri. Beberapa kali saya harus menggunakan berbagai obat tradisional untuk mengobati penyakit ini sambil berdoa dan berharap agar Tuhan dapat menunjukkan jalan atau cara lain demi kesembuhan penyakit ini. Selama itu pun saya tidak menemukan cara terbaik, namun satu saat saya diminta oleh Mgr. Nicholaus Adi Seputra untuk bekerja di Keuskupan dengan tujuan untuk mengumpulkan dana agar saya bisa dioperasi. Syukur kepada Allah, bahwa pada tahun 2011 tepatnya pada tanggal 14 September, sebelum tujuan ini tercapai, ada  sekelompok   komunitas  doa  yang  bernama,  “Tim Pelayanan  Kasih  Dari Ibu  Yang  Berbahagia” melaksanakan kegiatan pelayanannya di Paroki Katedral dan menginap di keuskupan sebagai tamu.
Saat itu, saya sempat bertemu dengan mereka dan melalui pertemuan ini, rupanya ada beberapa ibu yang merasa iba dan kasihan melihat kondisi saya. Beberapa hari kemudian, Mgr Nicho memanggil saya dan menyampaikan berita gembira bahwa sudah ada seorang donatur tetap untuk operasi tumor ini. Saya sangat berbahagia, namun waktu operasi ini belum ditentukan, sehingga saya mesti menunggu. Kebetulan pada saat itu, Tim Pelayanan ini telah mengakhiri tugas mereka dan segera berangkat ke Jakarta. Mgr. Nicho pun segera berangkat ke Roma dalam rangka untuk melakukan pertemuan dengan Paus bersama uskup-uskup lain (Ad limina) karena itu, saya diminta untuk ikut serta.
            Tanggal  16  September  saya  bersama Bapa Uskup  berangkat  dari  Merauke  menuju  Jakarta. Sore hari kami tiba di di sana dan langsung dirujuk ke rumah  sakit  St.  Carolus (Jakarta Timur).  Dan,  yang  mendampingi  saya  di rumah  sakit  adalah  Tim  kelompok  pelayanan  kasih  dari  ibu  yang  bahagia  beserta  para  suster  biara  dan  Mgr. Nicholaus  Adi  Seputra  MSC . Akhirnya, sore harinya  pada  tanggal  23 September  saya  dioperasi. Kendati pun saya harus menerima kenyataan bahwa rahang sebelah kiri perlu diangkat dan digantikan dengan platinum jenis titanium, namun saya berbahagia karena pada akhirnya saya terlepas dari beban yang sekian lama membuat saya banyak bermenung dan bergumul.
            Setelah operasi, barulah saya sadar bahwa selama ini Tuhan tidak menutup mata terhadap kondisi saya. Penyakit yang saya derita membuat saya tidak merasa iin bersama orang lain. Saya perlu bergumul ketika bertemu dengan banyak orang. Betapa tidak, penyakit ini menimbulkan bau yang tidak sedap bagi saya secara pribadi, juga bagi banyak orang yang berdekatan dengan saya. Namun, hati saya tetap dihibur selama masa-masa penantian itu. Berkat gerakan Roh Kudus, setiap orang yang berdampingan dengan saya, tidak menolak ketika harus berdekatan dengan saya. Mereka seakan-akan turut merasa kesedihan dan penderitaan saya, karena itu kendatipun berbau saya tetap menjalankan fungsi saya sebagai manusia: makhluk Allah yang perlu berelasi dengan sesama dengan menampilkan diri saya apa adanya. Melalui pengalaman ini, saya menemukan Hati Allah, hati seorang ibu yang berusaha mencari jalan terbaik, tanpa perlu mengorbankan banyak orang. Ia menyalurkan kasihnya melalui hati, pikiran, dan tangan para ibu yang tergabung dalam “Tim Pelayanan  Kasih  Dari Ibu  Yang  Berbahagia”. Kasih-Nya turut saya rasakan ketika berada di rumah sakit, pelayanan yang diberikan oleh para dokter, perawat, dan para pengunjung (frater, pastor, suster dan kelompok doa lainya) semakin menguatkan komitmen untuk menjalankan operasi.
            Dasar cinta kasih yang saya terima dari mereka membuat proses operasi berjalan lancar. Hal yang sama terjadi juga dalam proses penyembuhan. Tidak lama setelah operasi, saya diperbolehkan untuk menjalankan rawat jalan mengingat kondisi dan stamina cukup mendukung. Saya sangat berterimakasih kepada banyak orang di luar Jakarta yang mengungkapkan kasihnya melalui doa-doa mereka selama operasi. Doa-doa itu telah terjawab dengan baik. Masih banyak hal menyangkut kasih Allah yang tak terungkap di sini, namun satu harapan saya bahwa melalui pengalaman singkat yang saya ceritakan ini, dapat menjadi inspirasi bagi kita semua terutama bagi mereka yang sering merasa putus asa. Pengalaman putus asa sering membawa orang pada keputusan untuk mengakhiri hidup, apalagi pengalaman penderitaan yang berkepanjangan.
Saya sangat berterimah kasih kepada Mgr. Nicholaus  Adi Seputra MSC, yang  telah mendampingi saya, memberi peneguhan dan kekuatan. Saya  juga  sangat berterimah kasih kepada Tim Kelompok Kasih Dari Ibu Yang Berbahagia di Jakarta yang telah membantu saya untuk membeckup dana operasi.
            Terimah kasih juga kepada kelompok Doa dari Jakarta yang telah membantu saya, yaitu Ibu Agnes Sarwono dan keluarga, Ibu Marius dan keluarga di Bekasi Timur jalan Duren Jaya, Ibu Stevana dan keluarga, Ibu Ola Wiranata bersama keluarga, Ibu Ros, Pak Daton, Pak Alex, Ibu Elok dan Kawan-kawan di Jakarta dan tak lupa pula kepada Kantor Keuskupan Agung Merauke, teman-teman mudika gereja, P. Viktor Kaanubun MSC yang turut memberi peneguhan, terutama keluarga dan siapa saja yang ambil bagian dalam kehidupan saya.